Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (TUN) Dalam Satu Naskah - Coesmana Family
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (TUN) Dalam Satu Naskah

Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (TUN) Dalam Satu Naskah

Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (TUN) yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986,  Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, dan  Undang-Undang Nomor 51 Tahun  2009, dalam satu naskah.

Sehubungan dengan berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut UUD 1945, maka dibentuk aturan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Perubahan tersebut dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali yaitu melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009.

Perubahan terhadap Undang-Undang Peradilan TUN tersebut antara lain dalam penggunaan istilah yang disesuaikan dengan masa saat ini, penambahan ketentuan mengenai pengangkatan hakim ad hoc, penambahan ketentuan mengenai pengawasan terhadap peradilan TUN, penambahan ketentuan mengenai jurusita, serta beberapa penyesuaian lainnya.

Perubahan terhadap sebuah peraturan perundang-undangan merupakan suatu hal yang lazim untuk memenuhi perkembangan zaman. Namun dalam prakteknya, sering ditemukan kesulitan dalam membaca sebuah peraturan yang telah dilakukan perubahan. Kesulitan yang utama ditemukan adalah mencari dalam aturan mana sebuah pasal berlaku. Secara hukum, pasal yang diubah dan dicantumkan dalam aturan terbarulah yang berlaku. Apabila sebuah pasal tidak pernah diubah, maka yang berlaku adalah pasal yang tercantum dalam aturan awal.

Pembuatan dokumen UU Peradilan TUN dalam satu naskah ini merupakan salah satu cara untuk mempermudah seseorang dalam membaca sebuah peraturan perundang-undangan. Dalam naskah ini, yang tercantum adalah pasal yang berlaku, yaitu pasal yang paling terakhir dilakukan perubahan.

Pembaca juga dimudahkan dengan adanya penjelasan pasal yang terletak bersebelahan dengan isi pasal tersebut, sehingga dalam mencari penjelasan pasal, pembaca tidak perlu berpindah-pindah halaman.

Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh:

  1. Pengadilan Tata Usaha Negara;
  2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi.

Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.

Pengadilan terdiri atas :

  1. Pengadilan Tata Usaha Negara, yang merupakan pengadilan tingkat pertama;
  2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, yang merupakan pengadilan tingkat banding.

Pengawasan internal atas tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung. Selain pengawasan, untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, pengawasan eksternal atas perilaku hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial.

Dalam melaksanakan pengawasan eksternal, Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Dalam melaksanakan tugas  Komisi Yudisial berwenang:

  1. menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan/atau informasi tentang dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
  2. memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran atas Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
  3. dapat menghadiri persidangan di pengadilan;
  4. menerima dan menindaklanjuti pengaduan Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawah Mahkamah Agung atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
  5. melakukan verifikasi terhadap pengaduan;
  6. meminta keterangan atau data kepada Mahkamah Agung dan/atau pengadilan;
  7. melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggarK ode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim untuk kepentingan pemeriksaan; dan/atau
  8. menetapkan keputusan berdasarkan hasil pemeriksaan dugaan pelanggaran atas Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Untuk dapat diangkat sebagai hakim pengadilan tata usaha negara, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. warga negara Indonesia;
  2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  3. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  4. sarjana hukum;
  5. lulus pendidikan hakim;
  6. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
  7. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 40 (empat puluh) tahun;
  8. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban; dan
  9. tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pada setiap Pengadilan ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang Panitera.

Dalam melaksanakan tugasnya Panitera Pengadilan dibantu oleh seorang Wakil Panitera, beberapa orang Panitera Muda, dan beberapa orang Panitera Pengganti.

Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengadilan tata usaha negara, seorang calon harus memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. warga negara Indonesia;
  2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  3. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  4. berijazah sarjana hukum;
  5. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai wakil panitera, 5 (lima) tahun sebagai panitera muda pengadilan tata usaha negara, atau menjabat sebagai wakil panitera pengadilan tinggi tata usaha negara; dan
  6. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban.
Untuk melihat dan mengetahui tentang Undang-Undang Peradilan Tata Usaha (TUN) dapat dilihat dan didownload disini.


Semoga bermanfaat dan terima kasih.