Kandungan Serat Singkong (Manihot ulisima) - Coesmana Family
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kandungan Serat Singkong (Manihot ulisima)

(Kandungan Serat Singkong
Sumber: Pixabay)

Singkong atau ubi kayu (Manihot utilisima) mempunyai kandungan serat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

Singkong atau ubi kaya (Manihot utilisima) merupakan salah satu komoditas pertanian di Indonesia, dengan berbagi varietas unggul.

Dibawah ini disampaikan beberapa karakteristik varietas unggul ubi kayu.

Varietas/Galur

Umur (bulan)

Hasil (t/ha)

Kadar Pati (%)

Varietas

Adira-1

7

25-35

28-35

Adira-4

8

25-50

25-30

Malang-4

9

35-45

25-32

Malang-6

9

36,4

25-32

UJ-3

8

30-40

25-30

UJ-5

9

25-38

25-30

Galur Harapan

CMM99008-3

8

25-35

28-35

CMM99008-4

8

30-40

26-32

CMM990-23-12

9

35-45

25-30

CMM2361-66-255

9

30-40

25-31

Sumber: Masniah dan Yusuf, 2013

Manfaat Ubi Kayu Bagi Kesehatan 

Perhatian masyarakat terhadap ubi kayu meningkat terutama berkaitan dengan potensinya sebagai bahan pangan alternative yang memberi dampak positif terhadap kesehatan. Bahan pangan dan produk olahan ubi kayu sebagai sumber energi dan zat gizi, terdapat komponen atau sifat tertentu yang mempunyai efek fisiologis atau sifat fungsional dan berpengaruh terhadap kesehatan. Keunggulan sifat ubi kayu sebagai sumber karbohidrat terletak pada serat pangan, daya cerna pati dan indeks glikemik (Widowati dan Wargiono 2009).

Pangan fungsional adalah bahan pangan yang mengandung komponen bloaktif yang memberikan efek fisiologis multi fungsi bagi tubuh, antra lain memperkuat daya tahan tubuh, mengatur ritme kondisi fisik, memperlambat penuaan dan membantu mencegah penyakit. Komponen bioaktif tersebut adalah senyawa yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu di luar zat gizi dasar. Serat termasuk non gizi yang ampuh memerangi kanker serta menjadi kolesterol dan gula darah agar tetap normal (Suami dan Yasin 2011).

Aneka umbi sebenarnya merupakan sumber pangan yang menyehatkan. Sifat fungsional ubi kayu sebagai sumber karbohidrat terletak pada kandungan serat pangan, daya cerna pati, dan indeks glikemik (Masniah dan Yusuf, 2013).

Tanaman singkong atau ubi kayu memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap. Kandungan zat dalam singkong adalah karbohidrat, lemak, protein, serat makanan, vitamin B1, vitamin C, mineral, besi, fosfor, kalsium, dan air. Selain itu, singkong mengandung senyawa non gizi berupa zat tanin (Soenarso, 2004).

Kandungan yang terdapat didalam ubi kayu seperti: (1) bergizi mikro proporsional sesuai Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004; (2) kadar serat pangan tinggi, (3) termasuk kelompok Mesistent Strarch -2 (RS-2) daya cerna pati tinggi yang dapat berfungsi sebagai probiotik di dalam organ pencernaan bila dikonsumsi, dan (4) dapat diolah menjadi produk cepat olah, cepat saji, dan siap santap. Dalam hal ini, pengembangan ubi kayu menjadi produk yang menarik, alamiah, higienis, bergizi, sedap, menyenangkan seperti kue basah dan kering, mie instan, tiwul instan, gon, kharina, dan kue tradisional memegang peranan penting (Yunarti et al. 2004, Oyewale dan Asagbrayamini 2003, Tanikuri 2004) dalam (Munarso dan Miskiyah 2009)

Ubi kayu dapat digunakan sebagai bahan makanan pokok sebagai upaya untuk peningkatan diversifikasi pangan.

Kadar serat pangan total  ubi kayu segar sebesar 6,97%; tepung cassava sebesar 13,41%; tapioka (pati ubi kayu) sebesar 11,67%; lebih ringgi jika dibanding dengan beras giling yakni sebesar 4,07-6,62% (Widowati dan Wargianto 2009)

Daya cerna padi dan Serat Pangan Larut (SPL) dan Serat Pangan Tidak Larut (SPTL)dapat dilihat pada tabel berikut:

Komoditas/Produk

Daya cerna pati (%)

Serat Pangan (%)

Larut

Tidak Larut

Total

Ubi kayu segar

62,09

2,45

4,52

6,97

Tepung cassava

61,41

4,15

9,26

13,41

Tapioka (pati ubikayu)

68,52

6,92

4,75

11,67

Ubi jalar segar

54,89

2,84

5,12

7,96

Tepung ubi jalar

50,44

3,25

8,21

11,46

Pati ubi jalar

59,27

5,27

4,24

9,51

Beras giling (pada 10 var. beras)

62,31 – 78,02

0,86 – 3,12

1,97 – 4,97

4,07 – 6,62

Sumber: Widowati & Wargiono, 2009 dalam Masniah dan Yusuf, 2013

Serat Pangan Larut

Fungsi SPL terutama adalah memperlambat kecepatan pencernaan didalam usus, memberikan rasa kenyang yang lebih lama, dan memperlambat kemunculan glukosa darah, sehingga insulin yang dibutuhkan untuk mentransfer glukosa ke dalam sel-sel tubuh dan diubah menjadi energi semakin sedikit. Fungsi tersebut sangat dibutuhkan oleh penderita diabetes,  (Eckel 2003 dalam Widowati dan Wargiono 2009: Astawan dan Wresdiyati 2004, dalam Widiowati dan Wargiono 2009). Kandungan SPL pada ubi kayu segar, tepung dan pati berturut-turut yaitu 2,45%, 4,15%, dan 6,92%.

Serat Pangan Tidak Larut

Disamping itu fungsi utama SPTL adalah mencegah timbulnya berbagai penyakit, terutama yang berhubungan dengan saluran pencernaan, antara lain wasir, divertikulosis, dan kanker usus besar (Astawan dan Wresdiyati 2004 dalam Widiowati dan Wargiono 2009). Kandungan SPTL pada ubi segar, tepung dan pati ubi kayu berturut-turut 4,52%, 9.26%. dan 4,75%.

Proses pengolahan berpengaruh terhadap kandungan serat. Dalam bentuk tepung, kadar serat pangan total lebih tinggi dibanding bentuk pati karena proses pati, menghasilkan ampas padat (disebut onggok). Kadar SPL pati lebih tinggi dibanding tepung, karena dalam pembuatan pati sebagian besar SPTL terbuang dalam bentuk onggok. Dengan demikian penggunaan tepung kasava sebagai pangan pokok lebih baik dari padi (beras) sehingga konsumennya akan lebih sehat (Masniah dan Yusuf, 2013).

Daya Cerna Pati

Daya cerna pati merupakan kemampuan pati untuk dapat dicerna dan diserap oleh tubuh. Daya cema pati dianalisis secara in vitro. Kandungan pati dan komposisi amilosaamilopektin berpengaruh terhadap daya cerna pati dari produk pangan sumber karbohidrat. 

Para ilmuwan berpendapat bahwa amilosa dicerna lebih lambat dibandingkan dengan amilopektin (Miller et. al. 1992; Widiowati dan Wargiono 2009 dalam  Masniah dan Yusuf, 2013), karena amilosa merupakan polimer dari gula sederhana dengan rantai lurus. Rantai yang lurus ini menyusun ikatan amilosa yang solid sehingga tidak mudah tergelatinasi. Oleh karena itu, amilosa lebih sulit dicema dibandingkan dengan amilopektin yang merupakan polimer gula sederhana, bercabang, dan mempunyai struktur terbuka.

Daya cerna pati in vitro berdasarkan tabel diatas adalah pada ubi segar, tepung dan pati ubikayu berturut-turut 62,09%, 61,41% dan 68,52%.

Indeks Glikemik

Dalam upaya pengobatan diabetes dari sisi pola makan adalah mengganti sumber karbohidrat pada menu makan dari beras ke aneka umbi, di antaranya ubi kayu; ubi kayu; dan aneka umbi dapat mengendalikan kadar glukosa darah. 

Dengan demikian, aneka umbi merupakan komoditas sumber karbohidrat yang sesuai bagi penderita diabetes karena kadar glukosa darah relative tetap rendah. Kadar glukosa dapat diukur dengan indeks glikemik (IG).

Pengertian IG adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah. Jenis pangan yang mempunyai IG tinggi, bila dikonsumsi akan meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat dan sebaliknya untuk pangan dengan IG rendah. IG pangan dikategorikan menjadi tiga, yaitu IG rendah (<50), sedang (50-70), dan tinggi (>70). Sebagai acuan adalah glukosa (1G = 100) (Jenkins et al. 1981, Rimbawan dan Siagian 2004, Widiowati dan Wargiono 2009 dalam Masniah dan Yusuf, 2013).

Indek glikemik pada ubi kayu rebus sekitar 29-45; tapioka kukus 1 jam sebesar 70; tapioka rebus dengan susu sebesar 81 (Widiowati dan Wargiono 2009 dalam Masniah dan Yusuf, 2013).

Manfaat Kandungan Skopoletin Pada Ubi Kayu

Ubi kayu juga mengandung skopoletin yang merupakan salah satu komponen bioaktif yang dapat mempunyai fungsi fisiologis bagi kesehatan. Berdasarkan penelitian Ramadhan , 2011, diketahui bahwa ubi kayu varietas Manggu memiliki kadar skopoletin yaitu 16,550 mg/kg bobot kering dan pada tepung ubi kayu menggunakan cara penyawutan menghasilkan skopoletin tertinggi yaitu 6,940 mg/kg bobot kering dan tepung ubi kayu menggunakan cara pengirisan dengan kadar skopoletin 5,918 mg/kg bobot kering.

Skopoletin (6-metoksi-7-hidroksikumarin) merupakan senyawa fenolik termasuk keluarga 7-hidroksilat coumarin. Skopoletin memiliki khasiat bagi manusia yang telah terbukti secara ilmiah diantaranya sebagai antihipertensi, antioksidan, antialergi, antidepresi, antikanker serta anti inflamasi (Hurtado et al. 1997 dalam Herlina, E dan Nuraeni, F 2014 ). 

Skopoletin berkhasiat sebagai antihipertensi dengan cara memperlebar saluran pembuluh darah yang mengalami penyempitan dan melancarkan peredaran darah (Winardi, 2005 dalam  Herlina, E dan Nuraeni, F 2014) . Penyakit ini merupakan salah satu penyakit degeneratif akibat radikal bebas sehingga perlu ditangkal dengan antioksidan untuk mencegah terjadinya penyakit degeneratif.

Manfaat Daun Singkong Bagi Kesehatan

Selain umbi, daun singkong juga memiliki kandungan gizi tinggi, diantaranya flavonoid dan saponin yang dikenal sebagai senyawa di dalam dunia tumbuhan yang memiliki peran sebagai anti inflamasi dan antibakteri. Kedua zat tersebut berperan dalam menghambat siklus radang yaitu siklooksigenase dan lipoksigenase. Vitamin C yang terkandung dalam daun singkong sebesar 275 mg setiap 100 g daun singkong (Rukmana, 1997 dalam Rachman, F dkk 2016).

Dikemukan juga oleh Indraswary, 2011 dalam Rachman, F dkk 2016, bahwa pada daun singkong memiliki kandungan gizi yang tinggi, diantaranya flavonoid dan saponin yang dikenal sebagai sebagai anti inflamasi dan antibakteri. 

Flavonoid dapat mencegah aktivitas radikal bebas yang memperlambat proses inflamasi dengan berbagai mekanisme, antara lain dengan menstabilkan komponen dari radikal bebas tersebut Reaktivitas yang tinggi dari komponen hidroksil flavonoid mengakibatkan radikal bebas menjadi tidak aktif.

Kandungan Gizi pada Kulit Singkong atau Ubi Kayu

Selain umbi, daun, kulit singkong merupakan limbah industri pengolahan ubi kayu seperti industri keripik singkong, tepung tapioka, dan fermentasi juga memiliki nilai kandungan nutrisi. Dimana dalam 100 g kulit singkong terdapat serat kasar 15,2 g. protein 8,11 g. lemak 1,29 g kalsium 0,63 g, dan pektin 0,22 g (Rukmana, 1997), serta mengandung kadar sianida (HCN) sebanyak 21,74 % (Suismono, 2001). 

Berdasarkan kandungan kulit singkong tersebut, sangat disayangkan apabila kulit singkong dibuang begitu saja. Kulit singkong yang tidak digunakan bisa diambil sari pati dan dijadikan inovasi makanan baru.

Keunggulan dan kelemahan Ubi Kayu Sebagai Bahan Pangan

Keunggulan ubi kayu sebagai bahan pangan dapat dilihat dari: (1) kadar gizi makro (kecuali protein) dan mikro tinggi, sehingga jumlah penderita anemia dan kekurangan vitamin A dan C di tengah masyarakat yang pangan pokoknya ubi kayu relative sedikit; (2) daun mudanya sebagai bahan sayuran berkadar gizi mikro paling tinggi dan lebih proporsional dibandingkan dengan bahan sayuran lainnya; (3) kadar glikemik dalam darah rendah; 4) kadar serat pangan larut tinggi; (5) dalam usus dan lambung berpotensi menjadi probiotik, dan (6) secara agronomi mampu beradaptasi terhadap lingkungan marginal sehingga merupakan sumber kalori potensial di wilayah yang didominasi oleh lahan marjinal dan iklim kering  (Masniah dan Yusuf, 2013). 

Kelemahan ubi kayu sebagai bahan pangan adalah: (1) kadar protein ubi rendah namun dapat dikompensasi dengan penggunaan daun muda sebagai sayuran; (2) proses pengolahan menjadi produk siap olah dan siap saji tidak secepat padi; dan (3) termasuk pangan inferior berkonotasi strata sosial rendah. (Masniah dan Yusuf, 2013)


Semoga bermanfaat dan terima kasih.

Sumber:
Masniah dan Yusuf. 2013. Potensi Ubi Kayu Sebagai Pangan Fungsional. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)-NTT.

Rachman, F. dkk. 2016. Aktivitas Antioksidan Daun Dan Umbi Dari Enam Jenis Singkong (Manihot utilissima Pohl). Biopropal Industri Vol.7, No.2, Desember 2016: 47-52.

Herlina, E dan Nuraeni, F. 2014. Pengembangan Produk Pangan Fungsional Berbasis Ubi Kayu (manihot esculenta) Dalam Menunjang Ketahanan Pangan. J. Sains Dasar 2014.