Lampiran I Peraturan BPKP Nomor 3 tahun 2019 | Pedoman Umum Pengawasan Intern Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah - Coesmana Family
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Lampiran I Peraturan BPKP Nomor 3 tahun 2019 | Pedoman Umum Pengawasan Intern Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah

 

Lampiran 1 Peraturan BPKP Nomor 3 tahun 2019

Coesmana Family.com - Pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ) merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan, meningkatkan pelayanan publik, sehingga pengadaan barang/jasa pemerintah turut menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pemerintahan. 

Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 sebagai pengganti Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah mengadopsi hal-hal baru dalam proses pengadaan barang/jasa diantaranya pengembangan e-market place, penggunaan teknologi informasi, komunikasi, dan transaksi elektronik yang lebih intensif, serta mendorong pelaksanaan penelitian dan industri kreatif. Disisi lain, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 juga dengan jelas menegaskan bahwa pengadaan barang/jasa harus menerapkan prinsipprinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.

Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dinyatakan secara jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengawasan Intern Pemerintah. Menurut Pasal 47 dan 48 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, APIP harus melakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara.

Pedoman umum pengawasan intern PBJ ini dimaksudkan untuk memberikan panduan kepada APIP dalam pengawasan intern PBJ, mencakup audit PBJ, probity audit, reviu, evaluasi dan pemantauan dalam rangka pemastian (assurance) bahwa tujuan pengadaan barang/jasa tercapai, peraturan dan prosedur pengadaan yang berlaku dipatuhi, integritas pelayanan publik semakin meningkat, prinsip dan etika pengadaan terjaga dengan baik.

Tujuan penyusunan pedoman umum pengawasan intern PBJ adalah: 

  1. Memberikan panduan dan standar yang sama kepada seluruh APIP dalam melaksanakan pengawasan intern atas PBJ. 
  2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan intern yang dilakukan oleh APIP atas PBJ sesuai amanat Peraturan Perundang-undangan. 
  3. Membantu APIP untuk mewujudkan fungsinya dalam membantu meningkatkan tata kelola, pengendalian dan manajemen risiko dalam PBJ sekaligus sebagai pemberi peringatan dini (early warning mechanism) dan pencegahan fraud. 
  4. Menjadi acuan umum bagi pedoman-pedoman teknis pengawasan intern PBJ.
Secara umum tahapan dalam proses pengadaan barang/jasa yang menjadi ruang lingkup pengawasan intern mencakup 6 (enam) tahapan sebagai berikut: 
(1) perencanaan pengadaan; 
(2) persiapan pengadaan; 
(3) persiapan pemilihan; 
(4) proses pemilihan; 
(5) pelaksanaan kontrak; dan 
(6) serah terima hasil pekerjaan.

Berkaitan dengan tahapan pengadaan barang/jasa pemerintah, terdapat beberapa permasalahan atau titik-titik kritis dan berbagai risiko yang harus mendapat perhatian dan dikembangkan lebih lanjut oleh auditor dalam pengawasan PBJ, disebabkan permasalahan tersebut dapat mempengaruhi pencapaian tujuan PBJ. Titik-titik kritis dan risiko-risiko dimaksud antara lain :

Titik kritis dan resiko pada Perencanaan PBJ, seperti: 
  • Perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan; 
  • Perencanaan disesuaikan dengan keinginan pihak-pihak tertentu; 
  • Mark-up nilai PBJ dalam penyusunan anggaran 
Titik kritis dan resiko pada Persiapan PBJ, seperti: 
  • Penunjukan orang-orang yang memiliki hubungan khusus dengan calon penyedia; 
  • Pengadaan barang/jasa mengarah hanya pada satu kemampuan penyedia tertentu 
  • Penggelembungan (mark-up) dalam HPS 
Titik kritis dan resiko pada Persiapan Pemilihan Penyedia, seperti: 
  • Penetapan sistem pemilihan yang cenderung pada penggunaan sistem penunjukkan langsung; 
  • Pemilihan sistem evaluasi penawaran yang menguntungkan penyedia tertentu. 
  • Dokumen lelang tidak standar/tidak lengkap.
Titik kritis dan resiko pada Proses Pemilihan seperti : 
  • Perubahan secara substansi pada dokumen pemilihan 
  • Pembatasan akses calon penyedia pada saat pemasukan dokumen penawaran 
  • Proses sanggah dan sanggah banding serta jawaban tertulis atas sanggah dan sanggah banding tidak dilaksanakan secara transparan, adil/tidak diskriminatif serta akuntabel 
Titik kritis dan resiko pada Pelaksanaan Kontrak, seperti: 
  • Penandatangan kontrak 
    • Penetapan SPPBJ tidak sesuai hasil pemilihan penyedia. 
    • Penandatanganan kontrak kolusif seperti dana belum tersedia dalam DIPA/DPA K/L/PD. - 
    • Penandatanganan kontrak tidak sah antara lain tidak adanya dukungan yang disyaratkan, dan atau data pendukung yang tidak meyakinkan. 
  • Pelaksanaan kontrak 
    • Penyerahan lokasi kerja tidak dilakukan pemeriksaan lapangan bersama 
    • Pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan ketentuan kontrak baik pembayaran ataupun fisik pekerjaan 
    • Proses pemutusan kontrak tidak dilakukan sesuai ketentuan 
Titik kritis dan resiko pada Serah terima barang/jasa, seperti: 
  • Pengadaan barang/jasa yang telah selesai belum diserahterimakan kepada PPK dan/atau PA/KPA dengan dibuatkan BA Serah Terima. 
  • Hasil pengadaan barang/jasa yang diserahkan tidak sesuai kontrak. 
  • Pengembalian Retensi /Jaminan Pemeliharaan dilakukan sebelum proses serah terima tuntas.
Demikian sekilas mengenai lampiran I Pedoman Umum Pengawasan Intern Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Selengkapnya mengenai isi Lampiran I ini, anda dapat mengunduhnya pada link 👉Lampiran I Peraturan BPKP Nomor 3 tahun 2019

Pelajari selengkapnya juga :