Pemerintah Sahkan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual - Coesmana Family
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pemerintah Sahkan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Pemerintah pada tanggal 9 Mei 2022 telah mensahkan Undang - Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dari salinannya, Undang - undang tentang tindak pidana kekerasan seksual tersebut terdiri dari 12 Bab dan 93 Pasal.

Beberapa ketentuan yang diatur dalam undang - undang diantaranya adalah pada Pasal 2 disebutkan " Pengaturan Tindak Pidana Kekerasan Seksual didasarkan pada asas : a. penghargaan atas harkat dan martabat manusia; b. nondiskriminasi; c. kepentingan terbaik bagi Korban; d. keadilan; e. kemanfaatan; dan f. kepastian hukum."

Kemudain dalam Pasal 3, " Substansi dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual bertujuan untuk: a. mencegah segala bentuk kekerasan seksual; b. menangani, melindungi, dan memulihkan Korban; c. melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku; lingkungan tanpa kekerasan seksual; dan e. menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual. "

Untuk jenis tindak pidana kekersan seksual dijelaskan pada Pasal 4 ayat 1, " Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas: 

a. pelecehan seksual nonfisik; 
b. pelecehan seksual fisik; 
c. pemaksaan kontrasepsi; 
d. pemaksaan sterilisasi; 
e. pemaksaan perkawinan; 
f. penyiksaan seksual; 
g. eksploitasi seksual; 
h. perbudakan seksual; dan 
i. kekerasan seksual berbasis elektronik.

Selain Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga meliputi: 

a. perkosaan; 
b. perbuatan cabul; 
c. persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/ atau eksploitasi seksual terhadap Anak; 
d. perbuatan melanggar kesusilaarr yang bertentangan dengan kehendak Korban; 
e. pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual; 
f. pemaksaan pelacuran; 
g. tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual; 
h. kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga; 
i. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan 
j. tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Selanjutnya dalam Undang-Undang mengenai Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini juga diatur mengenai sanksi pidana bagi yang melanggarnya.

Pada Pasal 5, ditentukan bahwa "Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)."

Hukuman untuk pelaku pelecehan seksual fisik diatur dalam Pasal 6, yang menyebutkan "Dipidana karena pelecehan seksual frsik

a. Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara ftsik yang ditqjukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 

b. Setiap Orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yarrg ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 

c. Setiap Orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).  

Untuk Pasal 7 ayat (1) berbunyi " Pelecehan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelecehan seksual fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan delik aduan. Dan Pasal 7 ayat (2) berbunyi " Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Korban Penyandang Disabilitas atau Anak. "

Pasal 8 berbunyi ' Setiap Orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya untuk sementara waktu, dipidana karena pemaksaan kontrasepsi, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Dan pada Pasal 9 berbunyi " Setiap Orang yang melakukan perbuatan memaksa orang lain menggunakan alat kontrasepsi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, penyalahgunaan kekuasaan, penyesatan, penipuan, membuat atau memanfaatkan kondisi tidak berdaya yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksinya secara tetap, dipidana karena pemaksaan sterilisasi, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 10 ayat (l) " Setiap Orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekrlasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 

Selanjutnya pada Pasal 10 ayat (2),  Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) : 

a. perkawinan Anak; 
b. pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; atau 
c. pemaksaan perkawinan Korban dengan pelaku perkosaan.

Pasal 11 berbunyi " Setiap pejabat atau orang yang bertindak dalam kapasitas sebagai pejabat resmi, atau orang yang bertindak karena digerakkan atau sepengetahuan pejabat melakukan kekerasan seksual terhadap orang dengan tujuan: 

a. intimidasi untuk memperoleh informasi atau pengakuan dari orang tersebut atau pihak ketiga; 
b. persekusi atau memberikan hukuman terhadap perbuatan yang telah dicurigai atau dilakukannya; dan/atau 
c. mempernalukan atau merendahkan martabat atas alasan diskriminasi dan/ atau seksual dalam segala bentuknya, dipidana karena penyiksaan seksual, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 

Pasal 12 " Setiap Orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan, kerentanan, ketidaksetaraan, ketidakberdayaan, ketergantungan seseorang, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, atau memanfaatkan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap keinginan seksual dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena eksploitasi seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."

Pasal 13 "Setiap Orang secara melawan hukum menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain dan menjadikannya tidak berdaya dengan maksud mengeksploitasinya secara seksual, dipidana karena perbudakan seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."

Pasal 14 ayat (1) " Setiap Orang yang tanpa hak: 

a. melakukan perekaman dan/ atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetqjuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar; 
b. mentransmisikan informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau 
c. melakukan penguntitan dan/ atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orang yang menjadi obyek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual, 
dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 

Pasal 14 ayat (2), " Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud: 

a. untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa; atau
b. menyesatkan dan/atau memperdaya, 
seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 

Pasal 14 ayat (3), "Kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan delik aduan, kecuali Korban adalah Anak atau Penyandang Disabilitas. 

Pasal 14 ayat (4), " Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan demi kepentingan umum atau untuk pembelaan atas dirinya sendiri dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual, tidak dapat dipidana. 

Pasal 14 ayat (5), " Dalam hal Korban kekerasan seksual berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan Anak atau Penyandang Disabilitas, adanya kehendak atau persetujuan Korban tidak menghapuskan tuntutan pidana.

Dalam Pasal 15 (1) ditegaskan bahwa " Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8 sampai dengan Pasal 14 ditambah 1/3 (satu per tiga), jika: 

a. dilakukan dalam lingkup Keluarga; 
b. dilakukan oleh tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan;
c. dilakukan oleh pegawai, pengurus, atau petugas terhadap orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga; 
d. dilakukan oleh pejabat publik, pemberi kerja, atasan, atau pengurus terhadap orang yang dipekerjakan atau bekerja dengannya;
e. dilakukan lebih dari I (satu) kali atau dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) orang; 
f. dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu; 
g. dilakukan terhadap Anak; 
h. dilakukan terhadap Penyandang Disabilitas;
i. dilakukan terhadap perempuan hamil; 
j. dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; 
k. dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan darurat, keadaan bahaya, situasi konflik, bencana, atau perang; 
l. dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik; 
m. Korban mengalami luka berat, berdampak psikologis berat, atau penyakit menular; 
n. mengakibatkan terhentinya dan/ atau rusaknya fungsi reproduksi; dan/ atau 
o. mengakibatkan Korban meninggal dunia. 

Dijelaskan pula pada Pasal 15 ayat (2), " Ketentuan mengenai penambahan 1/3 (satu per tiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I tidak berlaku bagi Pasal 14."

Dalam Pasal 16 ayat (1) berbunyi " Selain pidana penjara, pidana denda, atau pidana lainnya menurut ketentuan Undang-Undang, hakim wajib menetapkan besarnya Restitusi terhadap Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih."

Kemudian pada Pasal 16 ayat (2)  dijelaskan " Terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa: 

a. pencabutan hak asuh Anak atau pencabutan pengampuan; 
b. pengumuman identitas pelaku; dan/ atau 
c. perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual. 

Pasal 16 ayat (3) " Ketentuan mengenai penjatuhan pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi pidana mati dan pidana penjara seumur hidup. "

Pasal 16 ayat (4) " Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dalam amar putusan pengadilan. "

Pasal 17 ayat (1) berbunyi " Selain dijatuhi pidana, pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat dikenakan tindakan berupa Rehabilitasi. "

Pasal 17 ayat (2), " Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi: 

a. Rehabilitasi medis; dan 
b. Rehabilitasi sosial. 

Pasal 17 ayat (3), " Pelaksanaan Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan di bawah koordinasi jaksa dan pengawasan secara berkala oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan."

"Korporasi yang melakukan Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)." Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 18 ayat (1).

Pasal 18 ayat (2), dijelaskan " Dalam hal Tindak Pidana Kekerasan Seksual dilakukan oleh Korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemberi perintah, pemegang kendali, pemilik manfaat Korporasi, dan/ atau Korporasi. 

Pasal 18 ayat (3), " Selain pidana denda, hakim juga menetapkan besarnya Restitusi pelaku Korporasi. (4) Terhadap Korporasi dapat juga dijatuhi pidana tambahan berupa: 

a. perampasan keuntungan dan/ atau harta kekayaan yang diperoleh dari Tindak Pidana Kekerasan Seksual; 
b. pencabutan izin tertentu; 
c. pengumuman putusan pengadilan; 
d. pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu; 
e. pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan Korporasi; 
f. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha Korporasi; dan/ atau 
g. pembubaran Korporasi.

Dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, juga mengatur tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 19 yang berbunyi "Setiap Orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan/ atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau Saksi dalam perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. ".

Selengkapnya mengenai isi dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Penjelasannya, dapat anda baca selanjutnya pada salinan undang-undang tersebut berikut ini.